Rumah Adat Jawa Timur: Dari Makna Filosofis Hingga Peran Tiap Ruangan.

Rumah adat Jawa Timur memiliki kemiripan dengan rumah adat Jawa lainnya, di mana rumah Joglo adalah jenis yang paling terkenal.

Dalam arsitekturnya, rumah adat ini mencerminkan sinkretisme antara agama dan kepercayaan kejawen yang dianut oleh masyarakat, memberikan karakteristik dan keunikan yang khas pada bangunan ini.

Kepercayaan ini juga memengaruhi bentuk dan tata ruang rumah adat di Jawa Timur. Terdapat beberapa jenis rumah adat yang dapat ditemui di daerah ini, masing-masing memiliki filosofi dan pembagian ruangnya sendiri.

Berikut adalah beberapa di antaranya:

Beberapa Jenis Rumah Adat Di Jawa Timur

Rumah adat Jawa Timur memang memiliki kesamaan dengan rumah adat Jawa Tengah, namun keduanya tetap memiliki ciri khas dan nilai filosofis yang berbeda.

Di wilayah Jawa Timur, rumah adat tersebar di berbagai daerah, dan berikut adalah beberapa jenis rumah adat yang dapat Anda temui di sana:

Rumah Adat Joglo jompongan

Rumah adat pertama yang sudah populer adalah rumah Joglo. Tak hanya di Jawa Tengah saja, ternyata Jawa Timur juga memiliki rumah adat ini.

Joglo di Jawa Timur ada beberapa macam, yang paling terkenal adalah rumah Joglo Jompongan.

Desain di setiap rumah memiliki keunikan masing-masing. Bangunan dengan bentuk limas ini dibangun dengan bahan dasar kayu jati.

Di dalam rumah tersebut, ruang-ruang dibagi sesuai fungsinya. Rata-rata setiap rumah Joglo memiliki area khusus, seperti senthong, yang dibagi menjadi senthong kiwa, senthong tengen, dan senthong tengah.

Dalam pembangunannya juga dibuat saka guru atau tiang penyangga dan juga bebatur, yang dibuat dengan posisi tanah lebih tinggi dari sekitarnya.

Bebatur ini menjadi cermin dari keharmonisan alam dan manusia, juga antara manusia satu dengan manusia lainnya.

Kemudian untuk pondasi rumah Joglo lebih berkaitan erat dengan kepercayaan kejawen yang masih dianut masyarakat.

Bagi masyarakat, Joglo Jompongan lebih dikenal sebagai dasar dari rumah adat Joglo. Bentuknya lebih mengarah ke bujur sangkar, dan memiliki pengerat di dua bagian.

Semantara untuk Joglo Sinom, sudah lebih berkembang lagi.Rumah ini dibangun dengan konsep teras yang mengeliling, kemudian setiap sisinya dibuat bertingkat lebih tinggi.

Joglo Sinom juga memiliki ketentuan jumlah penyangga, yaitu 36 pilar, di mana 4 di antaranya dijadikan sebagai pilar utama atau saka.

Rumah Adat Joglo Situbondo

Selain rumah Joglo Jompongan, masih ada beberapa rumah Joglo lagi di Jawa Timur yang salah satunya yaitu rumah Joglo Situbondo. Sebenarnya hanya penyebutannya saja yang berbeda.

Secara umum ketentuan bangunan dan bentuknya hampir serupa. Joglo ini memiliki bentuk limas atau dara gepak.

Material utamanya pun sama, yaitu kayu jati. Lalu yang menjadi keunikan dari rumah adat satu ini adalah kepercayaan Kejawen yang berakar pada sinkretisme jadi lambang rumah adat satu ini.

Dalam tata ruang Joglo Situbondo, menggambarkan keharmonisan antar sesama manusia dan dengan lingkungan.

Bangunan dibagi menjadi beberapa area, seperti pendopo dan bagian inti rumah yang terdiri dari senthong tengen untuk dapur dan gudang.

Ruangan lainnya yaitu ada senthong kiwa untuk area kamar tidur, dan ada juga ruangan senthong tengah sebagai tempat menyimpan benda pusaka dan berharga lainnya.

Kemudian pondasi rumah, jumlah saka yang dipakai, bebatur rumah, juga ornamen atau hiasan yang menggambarkan kepribadian dari masyarakat sekitar.

Saat hendak masuk ke rumah Joglo Situbondo, Anda akan melihat makara atau selur gulung.Pintu dengan ukiran semacam itu menjadi penanda yang diyakini masyarakat bahwa hal-hal negatif tidak dapat masuk rumah dengan makara tersebut.

Selain rumah Joglo Situbondo, masih ada rumah Joglo lain yang bisa ditemukan di Jawa Timur, seperti Joglo Hageng dan Joglo Pengrawit.

Rumah Adat Suku Tengger

Ketiga, ada Rumah adat suku Tengger terkenal karena ciri khas atapnya yang unik. Atap rumah suku Tengger memiliki bentuk meruncing dan tinggi yang bertumpuk ke atas.

Dengan bubungan yang tinggi, rumah adat ini biasanya hanya memiliki 1-2 jendela. Di bagian depan rumah, Anda akan selalu menemukan bale-bale, yang merupakan tempat untuk duduk-duduk atau bersantai.

Material utama yang digunakan dalam pembangunan rumah adat ini terdiri dari berbagai jenis papan dan kayu.

Pada umumnya, masyarakat Suku Tengger yang tinggal di. wilayah Gunung Bromo membangun rumah-rumah mereka dengan sangat berdekatan.

Konsep pembangunan rumah di sana sering kali tampak tidak teratur, di mana satu rumah berdekatan dengan rumah lainnya dan bergerombol.

Pemisahan antar rumah hanya melibatkan sepetak jalan yang cukup untuk pejalan kaki. Konsep ini memiliki tujuan utama untuk melindungi rumah dari angin kencang dan cuaca buruk.

Selain itu, hal ini juga mencerminkan tingginya solidaritas dalam masyarakat. Saat membangun rumah, mereka mempertimbangkan kebutuhan dan kenyamanan orang lain di sekitarnya.

Rumah Adat Osing

Selanjutnya, saat Anda mengunjungi Banyuwangi, Anda akan menemukan rumah adat Osing.

Rumah ini memiliki beberapa jenis, yaitu Baresan, Crocogan, dan Tikel Balung, yang dibedakan berdasarkan jumlah rab atau bidang atap.

Baresan memiliki 4 rab, Crocogan memiliki 2 rab, dan Tikel Balung memiliki 4 rab.

Dalam pembagian ruangan, ketiga jenis rumah ini memiliki kesamaan.

Rumah akan terbagi menjadi empat area, termasuk pembatas atau hek/baleh, teras atau ampet, ruang tengah atau jerumah, dan dapur atau pawon.

Rumah Osing umumnya masih berlantai tanah, dengan atap genting yang terbuat dari gerabah.

Rumah Adat Dhurung

Rumah adat Jawa Timur satu ini mempunyai ciri khas yang berbeda dari rumah adat lainnya. Yang membuatnya unik adalah pondasinya yang berbentuk gubug dan atapnya terbuat dari rumbai daun pohan atau dheun.

Dhurung biasanya terletak di samping ladang, digunakan sebagai tempat istirahat setelah beraktivitas di ladang.

Selain di samping ladang, dhurung juga sering dibangun di depan rumah dengan berbagai ukuran, mulai dari kecil hingga sedang.

Selain berfungsi sebagai tempat istirahat, tempat ini juga digunakan untuk bersosialisasi dengan tetangga sekitar dan kadang-kadang menjadi tempat untuk mencari pasangan hidup.

Apabila dhurung dibangun dengan ukuran yang lebih besar, maka bisa digunakan untuk menyimpan padi.

Di dalam rumah dhurung sering kali terdapat penjebak tikus, yang berguna untuk menghindari tikus liar yang mungkin mencoba mencuri padi.

Anda dapat menemukan rumah adat dhurung ketika mengunjungi Kecamatan Sangkapura, Kecamatan Tambak, dan Kabupaten Gresik di Jawa Timur.

Tinggalkan sebuah komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *